Sebelumnya di grup koordinasi JA :
@Zanthura, coba sampaikan aja ke Kendannya, bisa di kantor Zanthura tentang rencana perjalanan ke Saranjana. Karena dulunya bagian dari Kendan namun sekarang kang Kendan baru hidup lagi, sementara Saranjana tetap ada. Tunggu inputannya, biasanya dari Enin atau utusannya.
Seperti diceritakan oleh Zanthura pada jurnalastral.com
Retrace pukul 22.00 wib tanggal 15 September 2022.
Jujurly, pukul 22.30 wib mencoba mencari imputan dari enin tentang kekhawatiran saya untuk melihat ke Sarajana. Saya mencoba astral ke kantor Zanthura. Di kantor Zanthura saya mencoba bermeditasi memejamkan mata menetralkan hati dan pikiran menerima imputan yang akan di terima. Setelah beberapa menit, di depan tubuh saya di kendan bukan di dunia fisik, saya merasakan sebuah gelombang yang datang dan saya membuka mata dari meditasi, setelah membuka mata terlihat sebuah gelombang seperti pusaran energi membentuk cincin besar dan seakan-akan kantor Zanthura pun menghilang.
Saya masuk ke dalam gelombang yang membentuk cincin besar itu. Didalam cincin saya berjalan dan keluar tiba-tiba di kanan saya ada seorang dengan tinggi empat meter berdiri dan langsung melangkah entah kemana, dan disamping seseorang tadi yang yang tingginya empat meter terlihat seorang pria dan wanita tingginya tiga meter bersiap siap berdansa dan merdansa lah mereka. Saya lalu berjalan ternyata saya berada di depan istana yang megah sekali mencakar langit alias sangat tinggi dan besar. Kemudian bertemu dengan pintu istana yang begitu besar, Saya mengucapkan permisi di depan pintu istana yang besar sekali itu dalamnya sangat luas sekali, lampu yang ornamental dan bernuansa putih maksudnya warna ruangan yang dominan mayoritas putih, dan bernuansa jawa.
Sebelum masuk ke dalam istana saya di pakaikan sandal selop adat jawa, di pakai kan samping dan pakaian hitam adat jawa oleh dua orang selir yang memakai samping dan selendang, Samping yang dipakai selir itu batik coklat dan selendang nya yang satu warna merah, dan yang satu lagi warna hijau, tetapi sama samping nya batik coklat. Tidak memakai sandal alias nyeker. Namun dua selir tersebut berjalan seperti sudah terbiasa dengan gerakan berjalan seperti menari. Tangan yang kiri memegang ujung selendang yang di ikat di pinggang dan tangan kanannya menempelkan ujung jari jempol dan telunjuk sambil berjalan namun seperti tangan seperti seorang penari jaiopongan.
Saya berjalan tanpa terbiasa dengan memakai samping melangkah lebih sempit dan hati-hati takut terjatuh. Kemudian di dalam istana ada karpet merah dan undakan diatasnya kursi singgasana warna putih ada warna keemasan di kayu kursi singgasananya. Seorang wanita muda dengan paras cantik dan manis seperti wajah Eropa dengan pakaian seperti pakaian pengantin, memakai kalung jawa sangat sopan tidak terlihat kulit dada di pakaian kebayanya. Alias kebaya tertutup dada tidak carang namun tidak tebal seperti warna kulitnya yang putih serasi sekali dengan baju kebayanya. Rambutnya dirangkai bunga dan dan sanggul dengan hias mirip seorang pengantin. Dengan memakai samping batik, memakai sepatu warna emas. Berjalan sangat cantik dan mempesona. Tingginya sekitar tiga meter dan duduk di kursi singgasana itu.
Di samping wanita itu ada seorang pria tampan tingginya setinggi dua meter dengan memakai pakaian rompi warna hitam dan ikat kepala warna coklat berbatik, celananya warna hitam seperti celana orang sunda yang panjangnya semata kaki ukurannya. Memakai ikat pinggang besar seperti ikat pinggang yang di hadiahkan buat kejuaraan tinju, namun tidak sebesar itu pas lah di pinggang. Sayapun di persilahkan duduk di kursi bulat berwarna merah dari kayu seperti kayu jati. Kursinya ada enam berjejer tiap sisi di karpet merah itu yang menyambung ke kursi singgasana.
Saya duduk dan berkata, ” Sebelumnya terima kasih kepada anda karena telah mempersilahkan masuk ke istana anda yang indah ini. Saya bermaksud ingin menyampaikan meminta nasehat kepada Enin tentang apakah saya bisa masuk ke Saranjana tanpa ada kendala.” Wanita yang duduk di singgasana itu berkata : ” Anda bisa masuk ke Saranjana”. Oya saya punya sesuatu untuk anda baju zirah, pakailah. Sambil memerintahkan selir yang tadi berdiri di sisi karpet merah yang itu berjejer setiap sisinya. Dua orang menuju ke hadapan saya dan memakaikan baju seperti baju gatot kaca berbentuk baju mirip di film gatot kaca di bioskop ada helmnya.
Saya pun bertanya ; ” untuk apa baju zirah ini”. “Ini untuk anda” jawabnya sambil tersenyum.
Kemudian saya bertanya, “oya sebenarnya anda siapa ?”.
Wanita itulah menjawab : “Saya adalah Enin”.
Saya pun melanjutkan bertanya ; ” Banyak wanita yang pernah saya temui di kendan itu siapa apakah itu Enin juga”.
Wanita itu menjawab : ” mereka adalah tokoh di kendan para wanita cantik tapi bukan Enin, Sayalah Enin”.
Saya pun mengucapkan ” Terima kasih Enin, karena telah memberitahukan klo saya bisa masuk ke Saranjana”
Kemudian di atas nyiru besar para selir membawa seperti kue semprit dan menyimpan di meja depan saya yang berjarak satu meter. Saya tidak bisa makan karena kue itu untuk makan Enin. Tiba tiba keadaan berubah, suasana menjadi buram, dan saya berada di Kantor Zanthura kembali. Dan saya pun meng-off-kan diri ke dunia fisik untuk beristirahat.